Kamis, 14 Mei 2009

KASUS PMT SUSU & BISKUIT

KASUS PMT SUSU DAN BISKUIT

Sepanjang tahun 2005, berbagai peristiwa yang memprihatinkan dalam bidang kesehatan mewarnai Banten. Tercatat berbagai wabah penyakit berjangkit dan memakan korban yang tidak sedikit. Tercatat pula, Provinsi Banten sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terjangkiti virus H5N1 dan telah pula menimbulkan korban jiwa serta banyaknya balita yang dinyatakan bergizi buruk.
Dari berbagai persoalan kesehatan tersebut, yang memprihatinkan adalah tercatatnya Provinsi Banten sebagai peraih peringkat kelima dalam urusan kasus balita gizi buruk, peringkat yang menunjukkan berlangsungnya situasi serius dan gawat. Karenanya, tidak ada jalan kecuali pihak pemerintah mengeluarkan kebijakan penanganan. Lebih dari itu, kasus tingginya angka balita yang mengalami gizi buruk sesungguhnya layak disebut sebagai Kejadian Luar Biasa atau dikenal dengan singkatan KLB.
Gizi Buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Kasus Balita Gizi Buruk di Provinsi Banten yang mendapatkan pemberitaan yang luas berkaitan kasus tingginya angka balita gizi buruk, baik oleh media massa lokal maupun nasional, cetak dan elektronik. Terutama Kabupaten Tangerang tercatat 1.290 balita gizi buruk, di antaranya 48 balita meninggal dalam periode 2004-2005.
Karenanya, Pemprov Banten mengalokasikan anggaran Rp 3,06 miliar, untuk kegiatan Perbaikan Gizi Masyarakat melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa susu dan biskuit untuk balita gizi buruk dalam Anggaran Biaya Tambahan (ABT) APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2005. Kebijakan ini sesungguhnya telah memenuhi prinsip keberpihakan kebijakan anggaran kepada publik dalam rangka menghapus kesulitan hidup dan penderitaan masyarakat.
Alokasi anggaran sebesar Rp 3,06 miliar dalam DASK dimaksudkan memberikan pertolongan kepada 3.303 balita mengalami gizi buruk yang tersebar di kabupaten/kota. Dinas Kesehatan Provinsi Banten menetapkan kebijakan pemberian makanan tambahan berupa susu dan biskuit masing-masing satu kotak setiap harinya selama 60 hari. Dengan alokasi anggaran sebesar itu, berarti pemerintah daerah melalui ABT Anggaran 2005 mengalokasikan pengadaan susu dan biskuit masing-masing 198.180 kotak.
Melalui suatu proses tender, Dinas Kesehatan Provinsi Banten menunjuk PT Rizky Fitria yang berkedudukan di Serang sebagai perusahaan yang menyediakan susu dan biskuit, kemudian mengeluarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) kepada PT Rizky Fitria mulai tanggal 14 November 2005 dengan waktu pelaksanaan selama 31 hari kalender. Sesuai Kontrak, selambat-lambatnya tanggal 15 Desember 2005, pekerjaan pengadaan susu dan biskuit untuk 3.303 balita gizi buruk sudah harus diserahterimakan oleh PT Rizky Fitria di tempat yang telah ditentukan yaitu Dinas Kesehatan Provinsi Banten Jl. KH. Fatah Hasan No. 28 Serang, Banten.
Namun distribusi yang semestinya diselesaikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten sebelum berakhirnya Tahun Anggaran 2005, justru hingga akhir Mei 2006 ternyata belum juga selesai didistribusikan seluruhnya. Berdasarkan temuan Himpunan Mahasiswa Serang (HAMAS), susu untuk balita gizi buruk sampai berakhirnya Tahun Anggaran 2005 baru didistribusikan sebanyak 49.200 kotak untuk Kabupaten Lebak. Sehingga masih terdapat 148,980 kotak yang belum didistribusikan ke Kabupaten/kota di Provinsi Banten. Sedangkan, biskuit baru didistribusikan sebanyak 182.380 kotak ke Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, minus Kota Tangerang, sehingga karenanya masih terdapat 25,800 kotak milik Kota Tangerang yang belum didistribusikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten.

FAKTA PENYIMPANGAN
Mungkin saja, apabila kasus ’molornya’ distribusi Susu dan Biskuit Untuk 3303 Balita Gizi Buruk di Provinsi Banten tidak muncul di pemberitaan berbagai mass media di Banten, kasus ini akan berlalu begitu saja. Bahkan mungkin, sisanya ’tidak perlu’ didistribusikan atau diselewengkan! Tapi, syukurlah, semuanya sudah terungkap di publik, dan pihak Dinas Kesehatan Provinsi Banten juga telah menunjukkan i’tikad baiknya untuk menyelesaikan pendistribusian sisa Susu dan Biskuit yang belum didistribusikan. Konon, pengiriman terakhir (untuk Kota Cilegon) akan diselesaikan pada tanggal 15 Maret 2006.
Terlepas dari adanya i’tikad baik pihak Dinas Kesehatan Provinsi Banten untuk menyelesaikan pendistribusian sisa susu dan biskuit yang belum didistribusikan, ada yang aneh dari cara pihak Dinas Kesehatan Banten dalam bersikap. Dinas Kesehatan Banten memberikan alasan bahwa keterlambatan tersebut semata-mata karena adanya keterlambatan dari pabrik di Tulungagung, Jawa Timur.
Cara Dinas Kesehatan Banten dalam memberikan alasan tersebut terkesan sedang ’pasang badan’ untuk PT Rizky Fitria. Bukankah soal sampainya barang berupa susu dan biskuit ke Dinas Kesehatan Banten adalah tanggung jawab PT Rizky Fitria, dan bukan tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi Banten? Bukankah tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi Banten hanyalah mendistribusikan barang berupa susu dan biskuit ke Kabupaten/Kota di Provinsi Banten? Bila demikian, ada apa sebenarnya? Dan siapa yang patut disalahkan?
Beberapa fakta penyimpangan telah terjadi dalam kasus ini, yaitu:
1. Keterlambatan penyerahan pekerjaan berupa pengadaan susu sebanyak 198.180 boks dan biskuit sebanyak 198.180 boks oleh PT. Rizky Fitria untuk diserah-terimakan kepada Dinas Kesehatan Provinsi Banten adalah merupakan pelanggaran terhadap Kontrak, yaitu Ayat (3) Pasal 2 yang mewajibkan PT. Rizky Fitria menyelesaikan pekerjaannya paling lambat tanggal 15 Desember 2005.

2. Keterlambatan pendistribusian susu dan biskuit ke Kabupaten dan Kota oleh Dinas Kesehatan Banten mengabaikan Instruksi Gubernur Banten Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelesaian Pelaksanaan Kegiatan APBD Provinsi Banten Tahun 2005 yang menginstruksikan kepada para Pengguna Anggaran agar mengkonsentrasikan pada kegiatan dan penyelesaian tepat waktu sesuai dengan schedule Program Tahun Anggaran 2005 yang akan berakhir pada bulan Desember 2005.

3. Kebijakan Dinas Kesehatan Provinsi Banten untuk membiarkan keterlambatan penyerahan pekerjaan oleh PT. Rizky Fitria dan tidak memberikan sanksi atau menolak seluruhnya atau sebagian dengan seluruh kerugian akibat penolakan tersebut ditanggung oleh pihak PT. Rizky Fitria telah memberikan kesan adanya kolusi yang karenanya telah melanggar Pakta Integritas dalam Kontrak yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan barang dan jasa/jasa.

4. Karenanya, dengan fakta-fakta di atas maka baik PT. Rizky Fitria maupun Dinas Kesehatan Provinsi Banten telah melanggar Keppres No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Minggu, 26 April 2009

Banten itu Untuk Siapa?


Banten itu Untuk Siapa?
Oleh: Saeroji Alghazaly


Banten memang kaya sekaligus juga sangat miskin. Setidaknya, beberapa waktu lalu, kaum jelata banyak menyaksikan iring-iringan ‘calon pemimpin’ Banten diarak keliling Kota Serang, dengan pengiringnya mengendarai sejumlah mobil mewah. Sampai-sampai seorang aktifis mengungkapkan, realitas Banten hari ini adalah pamer kekayaan, bukan pamer ‘niat tulus’ membangun Banten ke depan yang berpihak pada kesejahteraan, seperti yang diinginkan seluruh komponen aktifis dan masyarakat saat bersama-sama berjuang mendirikan Provinsi Banten. ‘Niat tulus’ memang tak perlu dipamerkan, itu ada dalam hati masing-masing dan hanya Allah lah yang mengetahui segalanya. Namun, setidaknya nilai ketulusan seorang bakal calon pemimpin akan tampak dari perilaku yang dipamerkannya saat ini.
Saya pun hanya bisa merenung, didepan tuts komputer yang sudah sangat ketinggalan zaman. Memimpin Banten memang bukan kerjaan orang yang tak punya duit. Bukan kerjaan kaum pedagang kecil yang hanya mengambil keuntungan sedikit sekedar melaksanakan titah yang kuasa, untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara-cara yang halal. Bukan pula kerjaan kaum petani, yang tempo hari banyak yang gagal panen akibat lahan yang menjadi tumpuan hidup mereka mengalami kekeringan. Bukan pula kerjaan kaum jurnalis, yang selalu dianggap sebelah mata oleh segelintir pejabat. Pokoknya kalau tidak punya duit, tidak mampu ‘beli partai’, menyogok rakyat yang butuh duit jangan harap bisa memimpin Banten. Silahkan kaum aktifis yang masih senang dengan aksi jalanan terus berkreasi, mudah-mudahan aksi-aksi teatrikal anda sedikit bisa mengetuk hati mereka yang selalu berdasi, pandai menyampaikan materi di seminar-seminar.
Yang lebih membuat miris orang-orang yang takut dengan Allah, realitas masyarakat kita juga cenderung pragmatis. Gara-gara jalan di lingkungannya belum diaspal pake ngancam golput segala. Memang itu sah-sah saja dan ada gurunya ---mereka yang kini menjadi dan masuk dalam golongan elit, yang hidup dalam rumah politik masing-masing. Rakyat kecil memang sudah jenuh dengan janji-janji kaum elit. Namun apakah sebuah sikap yang benar, bila gara-gara jalan yang belum diaspal mengancam tidak akan memilih? Lantas siapa yang kita percaya untuk menjadi pemimpin?
Dalam catatan saya, sebuah harian lokal sudah dua kali menurunkan tulisan soal Golput ---satu di wilayah Pandeglang dan satunya di Serang. Semuanya akibat merasa dipinggirkan dalam proses pembangunan selama Banten menjadi Provinsi? Ini sebetulnya kerjaan siapa? Terlepas dari semua fenomena yang sedang dan akan terjadi, yang jelas, untuk memimpin Banten memang butuh ongkos yang mahal dan tidak bisa dilakoni dengan jalan kaki.
Dari sebuah ruangan yang sempit, saya hanya berharap Triana-Benyamin, Atut-Masduki, Isrjad-Daniri, dan Zul-Marissa, diketuk hatinya oleh Yang Maha Kuasa untuk sedikit merenung untuk apa mereka berkeinginan menjadi Gubernur Banten mendatang? Bukan rahasia publik lagi, mereka sudah mengeluarkan ongkos yang besar dan membuat rakyat kecil ngaragap dada, ketika membaca aset-aset yang mereka punyai dan dilaporkan ke negara.
Kita bisa membuktikan nanti setelah ada yang kalang dan menang. Apakah ketika menang bisa melaksanakan ‘titipan rakyat’ sesuai dengan visi misinya atau justru memperkaya diri dan kelompoknya. Begitu pula dengan yang kalah, apakah mereka akan tetap berjuang di luar jalur pemerintahan untuk sama-sama mengentaskan angka keterbelakangan yang selalu mereka jual dalam propagandanya.
Betul tidaknya aset yang mereka laporkan itu urusan Allah. Yang jelas, harapan masyarakat jelas ada pada mereka. Akhirul kalam, Istagfiruu rabbakum. Wallahu a’lam.

KESEHATAN YANG TAK PERNAH MENYEHATKAN

KESEHATAN YANG TIDAK PERNAH MENYEHATKAN


Investigasi
Persoalan pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten dari tahun ke tahun terus bermasalah. terbukti sejak beberapa tahun belakangan ini mulai tahun 2003 sampai 2006, pengadaan Alkes yang nilainya mencapai puluhan miliar dari dana APBD Banten tersebut selalu dikrtisi oleh kalangan DPRD Banten, mahasiswa serta LSM. Bukan dari dana APBD Banten saja proyek Alkes tidak didistribusikan, tetapi bantuan anggaran dari pemerintah pusat proyek Alkes diselewenagkan oleh dinas terkait.
Berdasrkan data yang ada, sedikitnya Rp 39 miliar dana untuk Alkes di duga fiktif selama 3 tahun bertirut-turut, mulai 2003 sampai 2005. Dengan rincian sebagai berikut, dari APBD Banten sebesar Rp 24 miliar, sedangkan dari pemerintah pusat sebesar Rp 15 miliar, dana sebesar Rp 39 miliar tersebut semestinya dibelikan Alkes seperti, pencuci darah, cvu set, walter drainset, stetoskop, peralatan fungsi flora, alat suntik, rontgen dan sejenisnya tidak pernah sampai ke rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) yang ada di Banten.
Sementara itu pada tahun 2006, salah satu contoh adalah pengiriman Alkes ke Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) kota Cilegon berupa CT Scan pada tahun 2006 tidak sesuai dengan speck dalam Daftar Anggaran Satuan Kerja (DASK). Bahkan adanya ketidaksesuaian tersebut juga telah tercium oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia dan dituangkan dalam hasil pemeriksaan semester II tahun 2006 atas belanja daerah Provinsi Banten tahun anggaran 2006 pada tangal 31 Januari 2007, dengan nomor 38/LHP/XIV.3-XIV.3.3/01/2007. Dalam laporan tersebut, Dinkes Banten telah menyalahi PP 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan negara, Kepres No 8 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dalam proyek pengadaan Alkes ini, Dinkes telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 1 063 300 000, dengan rincian sebagai berikut, semsetinya Alkes yang dikirim ke RSUD Cilegon bukan CT Scan dengan spefikasi tipe Pronto merk Hitachi yang seharga berharga Rp 6 286 700 000, tetapi sesuai dengan spek dan permintaan rumah sakit Cilegon yaitu CT Scan dengan spesifikasi tipe Presto dengan harga Rp 7 352 000 000.Penyimpangan Alkes juga ditemukan oleh PP-HAMAS, Ubaidillah

Menurut ia ketidakberesan penyaluran alat kesehatan untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon, berupa USG 4 dimensi tidak sesuai dengan yang diminta oleh rumah sakit Cilegon yaitu CT Scan senilai Rp 4 miliar. “ Alat yang diberikan tidak sesuai dengan permintaan makanya, oleh pihak rumah sakit bantuan Alkes itu dikembalikan lagi. Dan kita sudah melihat langsung ke sana, mereka mengaku kecewa dengan bantuan yang tidak sesuai itu, padahal mereka mengaku tidak pernah merubah permintaannya, karena memang alat itu yang mereka butuhkan," terang Anshor setelah meninjau langsung ke RSUD Cilegon pada selasa tanggal 16 Bulan Januari. Menurutnya, Berdasarkan pengakuan pihak RSUD Cilegon, bantuan berupa USG 4 dimensi itu dikirim sekitar satu bulan yang lalu, namun pengirimannya tanpa berita acara atau apapun, tetapi hanya ditujukan kepada salah satu Wakil Direktur RSUD Cilegon.
Saya khawatir dengan pola pengiriman seperti itu, akan dijadikan alasan Dinkes Banten untuk mengelak kalau alat itu bukan untuk RSUD Cilegon tetapi salah kirim, ketika ada pihak yang mengkomplainnya," ujarnya.
Sementara itu PP-HAMAS yang konsen dengan pengadaan Alkes di Provinsi Banten, juga mengaku banyak menemukan kejanggalan dalam pengadaan Alkes, terbukti pemberian bantuan tempat tidur di Rumah Sakit Umum Malingping, kualitasnya buruk tidak sesuai dengan ketentuan yang ada didalam DASK. Coba bayangkan pengadaan tempat tidur di RSU Malingping pada tahun 2003, sampai sekarang, detik ini belum diselesaikan oleh Dinkes Banten. saya waktu itu meminta kepada Dinkes untuk mengganti tempat tidur yang jelek dan kropos dengan tempat tidur yang bagus dan layak untuk pasien masyarakat Banten, karena anggaranya sangat besar," kata ubay saat ditemui pekan lalu di Saung Himpunan Mahasiswa Serang.
Setelah dirinya melakukan protes, akhirnya 50 tempat tidur untuk pasien itu ditukar dengan yang bagus, tapi penggantian tempat tidur itu tidak semuanya. "Dari 50 yang diganti hanya 15, sedangkan sisanya 35 buah sampai sekarang belum juga," katanya menjelaskan. Tak hanya itu saja, ia juga menemukan Alkes yang tidak terawat dan terpakai di RSU Malingping dengan harga miliar rupiah yaitu alat untuk ortopedi atau tulang yaitu mesin X Ray C Arm 500 MA Set 1 unit seharga Rp 1 082 940 000. Besarnya harga Alkes yang dibutuhkan oleh Provinsi Banten serta lemahnya pengawasan dalam berita acara maupun pengusutan hukum sendiri di Banten, membuat Dinkes Banten berupa keras mengalihkan anggaran dari APBN tahun 2006 sebesar Rp 20 miliar yang semsetinya diperuntukan guna peningkatan sumber daya manusia seperti, penyuluhan bidan, pendidikan dan pelatihan kader posyandu, penyuluhan bagi anak kurang gizi, biaya operasional dan penyuluhan untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi, namun oleh Dinkes Banten dialihfungsikan untuk pengadaan Alkes, tanpa terlebih dahulu dibicarakan dnegan DPRD Banten.
Akibatnya muncul rekasi keras dan kecurigaan terhadap Dinkes yang mencoba mengalihfungsikan uang puluhan miliran untuk pengadaan Alkes.
Menurut Pelaksana tugas (Plt).Kasubdin Bina Program Dinkes Banten Dadang S.ip M.Epid mengatakan, pelaksanaan kegiatan pengadaan Alkes dlakukan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, dari mulai pelaksanaan tender hingga relaisasi proyek tersebut.
Terkait adanya temuan BPK tentang kegiatan itu, kata Dadang, itu hanya terjadi misskomunikasi saja. "Pengadaan Alkes untuk RSUD Cilegon sudah sesuai dengan permintaan dan apa yang tuliskan dalam DASK. Kalau kita membeli Alkes CT Scan dengan spesifikasi Presto, yang ada kita bisa nombok pasalnya harga type CT Scan itu sebesar Rp 7 miliar lebih sedangkan dan yang kita anggarkan juga sama, makanya kita membeli dengan spesifikasi tipe Pronto dengan harga Rp 6, 2 milair lebih, dengan rincian harga tersebut belum termasuk keuntungan 10 persen untuk rekanan, 10 persen untuk pajak dan sisanya untuk aksesoris, dengan demikian totalnya Rp 7, 3 milair lebih sesuai dengan yang ada di DASK," katany menjelaskan.
Sementara itu bantuan-bantuan lainnya seperti pengadaan Alkes berupa tempat tidur, alat cuci darah mesin C Arm serta, semuanya sudah terselesaikan. "Insya allah di Dinkes tidak ada masalah," katanya ketika ditanya proyek Alkes yang diduga bermaslah. Dibagian lain, Kasie Ekonomi dan Moneter (Ekmon) Kejati Banten, Damly R Purba mengatakan temuan adanya penyimpangan proyek Alkes di Dinas kesehatan Provinsi Banten masih terus diperiksa oleh Kejat Banten.

Kamis, 08 Januari 2009

STETMEN KORUPSI

MUKADIMAH KORUPSI


Sejak pertama kali diproklamirkan sebagai sebuah bangsa yang berdaulat, cita – cita para pendiri bangsa ini adalah terlepas dari hisapan penjajah, agar kekayaan alam yang berlimpah yang dimiliki bangsa ini dapat digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Namun apa yang terjadi, dari jaman ke jaman, dari orde ke orde, rakyat yang menjadi pemilik sah negeri ini terus menerus berada dalam kesulitan. Kelaparan, busung lapar, pengangguran, kebodohan dan tindakan kriminalitas terus menjadi warna kontras yang menghiasi kehidupan bangsa ini.
Apa yang salah dari bangsa ini ? kenapa petani harus tersiksa kelaparan di dalam lumbung padi? kenapa para nelayan harus kesulitan mencari ikan di tengah hamparan samudra yang kaya? kenapa para buruh harus berteriak memperjuangkan upahnya ditengah – tengah deru mesin? kenapa para guru kesulitan menyekolahkan anak - anaknya? Kenapa sekolah – sekolah dibiarkan ambruk di tengah megahnya gedung – gedung imperium kapitalisme ?
Jawabannya adalah KORUPSI...!
KORUPSI adalah biang keladi dari terpuruknya bangsa ini, KORUPSI adalah virus berbahaya yang telah berhasil menciptakan kelaparan, pengangguran, kemiskinan, kebodohan, dan kejahatan bagi bangsa ini. Cengkramannya telah berhasil mencampakkan bangsa ini ke buritan peradaban, KORUPSI adalah kejahatan kemanusiaan yang telah menjadi musuh besar bangsa – bangsa di dunia.
Namun ironisnya faham sesat KORUPSI terus dipelihara di negeri ini, KORUPSI tidak lagi menjadi momok yang memalukan karena para KORUPTOR yang menjadi pelaku KORUPSI terus saja diberi ruang gerak yang sangat luas bahkan diistimewakan, hukum tidak mampu memberikan efek jera karena aparat – aparat penegak hukumnya bisa disuap dengan lembar – lembar uang.
KORUPSI adalah tindakan pidana, kejahatan kemanusiaan, musuh besar bangsa Indonesia dan bangsa – bangsa di seluruh dunia yang harus segera dienyahkan dari muka bumi ini, cita – cita tersebut tidak akan pernah terwujud selama lembaga – lembaga penegak hukum di negeri ini masih dihuni oleh mafia – mafia yang bermental korup..
BERSIHKAN INDONESIA DARI KORUPSI...!
GANTUNG PARA KORUPTOR...!

PERNYATAAN SIKAP
Seiring berdirinya provinsi banten, begitu banyak kasus – kasus korupsi yang terjadi di provinsi ini, namun ironisnya tidak satupun yang berhasil diusut secara tuntas.
Apa yang dilakukan oleh institusi penegak hukum khususnya kejati Banten cenderung parsial dan tebang pilih.
Untuk itu kami dari AMBISI (Aliansi Mahasiswa Banten Anti Korupsi) menuntut kepada seluruh institusi Penegak Hukum khususnya KEJATI BANTEN untuk mengusut tuntas kasus – kasus korupsi di Propinsi Banten di antaranya :

1. Kasus Pembebasan Lahan KP3B
2. Kasus Dana Perumahan
3. Kasus Pembebasan Lahan Interchange, Pemkab Serang
4. Kasus Pembelian Kapal Tug Boat Pemkot Cilegon
5. Kasus Retribusi Pelabuhan, Pemkot Cilegon
6. Kasus Kubang Sari
7. Kasus KUT
8. Kasus Rumah Sakit, Pemkab Pandeglang
9. Kasus Peminjaman Uang 200m, Pemkab Pandeglang
10. Kasus Kucuran Dana UMKM, Pemkab Lebak
11. Kasus JLS Pemkab Tangerang & Pemkot Cilegon


Serang 27 Desember 2007


AMBISI
(ALIANSI MAHASISWA BANTEN ANTI KORUPSI)
PMII SERANG, KAMMI BANTEN, IMM BANTEN, HAMAS, UMC, IPNU SERANG, IMC, KMS ’30, BEM IAIN BANTEN, BEMF TARBIYAH IAIN BANTEN, BEMF SYARIAH IAIN BANTEN, BEM UPI SERANG, HIMATA BANTEN RAYA, GMNI SERANG