Minggu, 26 April 2009

Banten itu Untuk Siapa?


Banten itu Untuk Siapa?
Oleh: Saeroji Alghazaly


Banten memang kaya sekaligus juga sangat miskin. Setidaknya, beberapa waktu lalu, kaum jelata banyak menyaksikan iring-iringan ‘calon pemimpin’ Banten diarak keliling Kota Serang, dengan pengiringnya mengendarai sejumlah mobil mewah. Sampai-sampai seorang aktifis mengungkapkan, realitas Banten hari ini adalah pamer kekayaan, bukan pamer ‘niat tulus’ membangun Banten ke depan yang berpihak pada kesejahteraan, seperti yang diinginkan seluruh komponen aktifis dan masyarakat saat bersama-sama berjuang mendirikan Provinsi Banten. ‘Niat tulus’ memang tak perlu dipamerkan, itu ada dalam hati masing-masing dan hanya Allah lah yang mengetahui segalanya. Namun, setidaknya nilai ketulusan seorang bakal calon pemimpin akan tampak dari perilaku yang dipamerkannya saat ini.
Saya pun hanya bisa merenung, didepan tuts komputer yang sudah sangat ketinggalan zaman. Memimpin Banten memang bukan kerjaan orang yang tak punya duit. Bukan kerjaan kaum pedagang kecil yang hanya mengambil keuntungan sedikit sekedar melaksanakan titah yang kuasa, untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara-cara yang halal. Bukan pula kerjaan kaum petani, yang tempo hari banyak yang gagal panen akibat lahan yang menjadi tumpuan hidup mereka mengalami kekeringan. Bukan pula kerjaan kaum jurnalis, yang selalu dianggap sebelah mata oleh segelintir pejabat. Pokoknya kalau tidak punya duit, tidak mampu ‘beli partai’, menyogok rakyat yang butuh duit jangan harap bisa memimpin Banten. Silahkan kaum aktifis yang masih senang dengan aksi jalanan terus berkreasi, mudah-mudahan aksi-aksi teatrikal anda sedikit bisa mengetuk hati mereka yang selalu berdasi, pandai menyampaikan materi di seminar-seminar.
Yang lebih membuat miris orang-orang yang takut dengan Allah, realitas masyarakat kita juga cenderung pragmatis. Gara-gara jalan di lingkungannya belum diaspal pake ngancam golput segala. Memang itu sah-sah saja dan ada gurunya ---mereka yang kini menjadi dan masuk dalam golongan elit, yang hidup dalam rumah politik masing-masing. Rakyat kecil memang sudah jenuh dengan janji-janji kaum elit. Namun apakah sebuah sikap yang benar, bila gara-gara jalan yang belum diaspal mengancam tidak akan memilih? Lantas siapa yang kita percaya untuk menjadi pemimpin?
Dalam catatan saya, sebuah harian lokal sudah dua kali menurunkan tulisan soal Golput ---satu di wilayah Pandeglang dan satunya di Serang. Semuanya akibat merasa dipinggirkan dalam proses pembangunan selama Banten menjadi Provinsi? Ini sebetulnya kerjaan siapa? Terlepas dari semua fenomena yang sedang dan akan terjadi, yang jelas, untuk memimpin Banten memang butuh ongkos yang mahal dan tidak bisa dilakoni dengan jalan kaki.
Dari sebuah ruangan yang sempit, saya hanya berharap Triana-Benyamin, Atut-Masduki, Isrjad-Daniri, dan Zul-Marissa, diketuk hatinya oleh Yang Maha Kuasa untuk sedikit merenung untuk apa mereka berkeinginan menjadi Gubernur Banten mendatang? Bukan rahasia publik lagi, mereka sudah mengeluarkan ongkos yang besar dan membuat rakyat kecil ngaragap dada, ketika membaca aset-aset yang mereka punyai dan dilaporkan ke negara.
Kita bisa membuktikan nanti setelah ada yang kalang dan menang. Apakah ketika menang bisa melaksanakan ‘titipan rakyat’ sesuai dengan visi misinya atau justru memperkaya diri dan kelompoknya. Begitu pula dengan yang kalah, apakah mereka akan tetap berjuang di luar jalur pemerintahan untuk sama-sama mengentaskan angka keterbelakangan yang selalu mereka jual dalam propagandanya.
Betul tidaknya aset yang mereka laporkan itu urusan Allah. Yang jelas, harapan masyarakat jelas ada pada mereka. Akhirul kalam, Istagfiruu rabbakum. Wallahu a’lam.

KESEHATAN YANG TAK PERNAH MENYEHATKAN

KESEHATAN YANG TIDAK PERNAH MENYEHATKAN


Investigasi
Persoalan pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten dari tahun ke tahun terus bermasalah. terbukti sejak beberapa tahun belakangan ini mulai tahun 2003 sampai 2006, pengadaan Alkes yang nilainya mencapai puluhan miliar dari dana APBD Banten tersebut selalu dikrtisi oleh kalangan DPRD Banten, mahasiswa serta LSM. Bukan dari dana APBD Banten saja proyek Alkes tidak didistribusikan, tetapi bantuan anggaran dari pemerintah pusat proyek Alkes diselewenagkan oleh dinas terkait.
Berdasrkan data yang ada, sedikitnya Rp 39 miliar dana untuk Alkes di duga fiktif selama 3 tahun bertirut-turut, mulai 2003 sampai 2005. Dengan rincian sebagai berikut, dari APBD Banten sebesar Rp 24 miliar, sedangkan dari pemerintah pusat sebesar Rp 15 miliar, dana sebesar Rp 39 miliar tersebut semestinya dibelikan Alkes seperti, pencuci darah, cvu set, walter drainset, stetoskop, peralatan fungsi flora, alat suntik, rontgen dan sejenisnya tidak pernah sampai ke rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) yang ada di Banten.
Sementara itu pada tahun 2006, salah satu contoh adalah pengiriman Alkes ke Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) kota Cilegon berupa CT Scan pada tahun 2006 tidak sesuai dengan speck dalam Daftar Anggaran Satuan Kerja (DASK). Bahkan adanya ketidaksesuaian tersebut juga telah tercium oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia dan dituangkan dalam hasil pemeriksaan semester II tahun 2006 atas belanja daerah Provinsi Banten tahun anggaran 2006 pada tangal 31 Januari 2007, dengan nomor 38/LHP/XIV.3-XIV.3.3/01/2007. Dalam laporan tersebut, Dinkes Banten telah menyalahi PP 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan negara, Kepres No 8 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dalam proyek pengadaan Alkes ini, Dinkes telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 1 063 300 000, dengan rincian sebagai berikut, semsetinya Alkes yang dikirim ke RSUD Cilegon bukan CT Scan dengan spefikasi tipe Pronto merk Hitachi yang seharga berharga Rp 6 286 700 000, tetapi sesuai dengan spek dan permintaan rumah sakit Cilegon yaitu CT Scan dengan spesifikasi tipe Presto dengan harga Rp 7 352 000 000.Penyimpangan Alkes juga ditemukan oleh PP-HAMAS, Ubaidillah

Menurut ia ketidakberesan penyaluran alat kesehatan untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon, berupa USG 4 dimensi tidak sesuai dengan yang diminta oleh rumah sakit Cilegon yaitu CT Scan senilai Rp 4 miliar. “ Alat yang diberikan tidak sesuai dengan permintaan makanya, oleh pihak rumah sakit bantuan Alkes itu dikembalikan lagi. Dan kita sudah melihat langsung ke sana, mereka mengaku kecewa dengan bantuan yang tidak sesuai itu, padahal mereka mengaku tidak pernah merubah permintaannya, karena memang alat itu yang mereka butuhkan," terang Anshor setelah meninjau langsung ke RSUD Cilegon pada selasa tanggal 16 Bulan Januari. Menurutnya, Berdasarkan pengakuan pihak RSUD Cilegon, bantuan berupa USG 4 dimensi itu dikirim sekitar satu bulan yang lalu, namun pengirimannya tanpa berita acara atau apapun, tetapi hanya ditujukan kepada salah satu Wakil Direktur RSUD Cilegon.
Saya khawatir dengan pola pengiriman seperti itu, akan dijadikan alasan Dinkes Banten untuk mengelak kalau alat itu bukan untuk RSUD Cilegon tetapi salah kirim, ketika ada pihak yang mengkomplainnya," ujarnya.
Sementara itu PP-HAMAS yang konsen dengan pengadaan Alkes di Provinsi Banten, juga mengaku banyak menemukan kejanggalan dalam pengadaan Alkes, terbukti pemberian bantuan tempat tidur di Rumah Sakit Umum Malingping, kualitasnya buruk tidak sesuai dengan ketentuan yang ada didalam DASK. Coba bayangkan pengadaan tempat tidur di RSU Malingping pada tahun 2003, sampai sekarang, detik ini belum diselesaikan oleh Dinkes Banten. saya waktu itu meminta kepada Dinkes untuk mengganti tempat tidur yang jelek dan kropos dengan tempat tidur yang bagus dan layak untuk pasien masyarakat Banten, karena anggaranya sangat besar," kata ubay saat ditemui pekan lalu di Saung Himpunan Mahasiswa Serang.
Setelah dirinya melakukan protes, akhirnya 50 tempat tidur untuk pasien itu ditukar dengan yang bagus, tapi penggantian tempat tidur itu tidak semuanya. "Dari 50 yang diganti hanya 15, sedangkan sisanya 35 buah sampai sekarang belum juga," katanya menjelaskan. Tak hanya itu saja, ia juga menemukan Alkes yang tidak terawat dan terpakai di RSU Malingping dengan harga miliar rupiah yaitu alat untuk ortopedi atau tulang yaitu mesin X Ray C Arm 500 MA Set 1 unit seharga Rp 1 082 940 000. Besarnya harga Alkes yang dibutuhkan oleh Provinsi Banten serta lemahnya pengawasan dalam berita acara maupun pengusutan hukum sendiri di Banten, membuat Dinkes Banten berupa keras mengalihkan anggaran dari APBN tahun 2006 sebesar Rp 20 miliar yang semsetinya diperuntukan guna peningkatan sumber daya manusia seperti, penyuluhan bidan, pendidikan dan pelatihan kader posyandu, penyuluhan bagi anak kurang gizi, biaya operasional dan penyuluhan untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi, namun oleh Dinkes Banten dialihfungsikan untuk pengadaan Alkes, tanpa terlebih dahulu dibicarakan dnegan DPRD Banten.
Akibatnya muncul rekasi keras dan kecurigaan terhadap Dinkes yang mencoba mengalihfungsikan uang puluhan miliran untuk pengadaan Alkes.
Menurut Pelaksana tugas (Plt).Kasubdin Bina Program Dinkes Banten Dadang S.ip M.Epid mengatakan, pelaksanaan kegiatan pengadaan Alkes dlakukan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, dari mulai pelaksanaan tender hingga relaisasi proyek tersebut.
Terkait adanya temuan BPK tentang kegiatan itu, kata Dadang, itu hanya terjadi misskomunikasi saja. "Pengadaan Alkes untuk RSUD Cilegon sudah sesuai dengan permintaan dan apa yang tuliskan dalam DASK. Kalau kita membeli Alkes CT Scan dengan spesifikasi Presto, yang ada kita bisa nombok pasalnya harga type CT Scan itu sebesar Rp 7 miliar lebih sedangkan dan yang kita anggarkan juga sama, makanya kita membeli dengan spesifikasi tipe Pronto dengan harga Rp 6, 2 milair lebih, dengan rincian harga tersebut belum termasuk keuntungan 10 persen untuk rekanan, 10 persen untuk pajak dan sisanya untuk aksesoris, dengan demikian totalnya Rp 7, 3 milair lebih sesuai dengan yang ada di DASK," katany menjelaskan.
Sementara itu bantuan-bantuan lainnya seperti pengadaan Alkes berupa tempat tidur, alat cuci darah mesin C Arm serta, semuanya sudah terselesaikan. "Insya allah di Dinkes tidak ada masalah," katanya ketika ditanya proyek Alkes yang diduga bermaslah. Dibagian lain, Kasie Ekonomi dan Moneter (Ekmon) Kejati Banten, Damly R Purba mengatakan temuan adanya penyimpangan proyek Alkes di Dinas kesehatan Provinsi Banten masih terus diperiksa oleh Kejat Banten.